Rumah sakit adalah salah satu penyelenggara
pelayanan kesehatan, yang merupakan tempat dan tumpuan harapan masyarakat untuk
memperoleh pelayanan kesehatan. Rumah sakit harus mampu memberikan pertolongan
dan perawatan yang memadai, berupa pelayanan yang nyaman, tepat, bermanfaat dan
profesional. Untuk itu, rumah sakit dituntut memberikan pelayanan dengan mutu
yang baik dan menyediakan fasilitas yang dilengkapi sarana peralatan yang
memadai dan modern dengan sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional
yang mampu menghasilkan produktifitas kerja yang tinggi. Ruang lingkup
keperawatan mencakup : keperawatan medikah bedah, keperawatan anak, keperawatan
maternitas, keperawatan gawatdarurat, keperawatan komunitas, keperawatan
gerontik, keperawatan jiwa (Depkes, 1998).
Pelayanan
pasien di rumah sakit sangat tergantung dari pelayanan keperawatan.
Interaksi dan komunikasi dalam upaya penyembuhan pasien antara pasien dan
perawat sangat menentukan dalam pelayanan kesehatan pada pasien.
Pelayanan keperawatan diberikan selama 24 jam kepada pasien secara terus
menerus, oleh karena itu profesionalisme dan keterampilan perawat sangat
menentukan dalam keberhasilan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Guna
kesinambungan dalam pelayanan kesehatan pihak rumah sakit sangat membutuhkan
tenaga keperawatan. Oleh karena itu pihak rumah sakit merekrut tenaga
keperawatan. Tenaga keperawatan yang direkrut merupakan perawat yang baru lulus
dan sudah mempunyai surat ijin praktek (SIP) sesuai dengan ketentuan yang
berlaku (Permenkes No. 148, 2010).
Perawat orientee atau perawat baru
adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan formal keperawatan dan
masih memerlukan bimbingan untuk membangun kepercayaan diri, menurunkan tingkat
stress, meningkatkan kemampuannya dalam memberikan asuhan keperawatan (Kramer,
Management Decision Making For Nurses, 1974). Schmalenberg dan Kramer (1974),
mengatakan ada 4 fase yang harus dilalui oleh perawat orientee atau perawat
baru yaitu fase bulan madu (honey moon),
fase shock, fase pemulihan, fase resolusi (Marry Holle, 1979). Perawat orientee
merupakan perawat yang perawat baru lulus dari pendidikan yang akan memasuki
dunia baru yaitu pekerjaan. Perawat orientee yang akan memasuki dunia baru akan
bertemu dengan lingkungan yang baru, teman kerja yang baru, prosedur atau
tindakan yang baru dan belum pernah diajarkan di pendidikan dapat meningkatkan
stress pada perawat orientee. Oleh karena itu sebelum perawat ditempatkan pada
pekerjaannya ia harus diperkenalkan dengan organisasi melalui berbagai bentuk
orientasi. Proses ini merupakan penting karena suatu pekerjaan baru adalah sulit
dan meyebabkan stress bagi karyawan
baru.
Pelatihan
orientasi dilakukan untuk mempersiapkan perawat-perawat baru agar dapat siap
bekerja di ruang-ruang perawatan dan ruang pelayanan sangat diperlukan.
Agar pelatihan tersebut benar-benar sesuai dengan kebutuhan maka dilakukan
kajian kebutuhan pelatihan sebagai dasar untuk mendesain pelatihan orientasi
tersebut. Oleh karena itu diperlukan program orientasi perawat
baru agar lebih mudah dalam beradaptasi dan hal tersebut tidak terlepas dari
peranan pembimbing lapangan yang merupakan seorang perawat berpengalaman yang
telah ditunjuk institusi sebagai pembimbing dalam membantu proses adaptasi dan
sosialisasi perawat orientee (Regina Novita, 2001). Melalui orientasi pada awal
penugasan diharapkan perawat orientee lebih siap menerima tanggung jawab, serta
dapat bekerja dengan penuh keyakinan karena telah mengetahui situasi, kondisi,
peraturan, hak, kewajiban.
Perawat dalam menjalankan
profesinya sangat rawan terhadap stres, kondisi ini dipicu karena adanya
tuntutan dari pihak organisasi dan interaksinya dengan pekerjaan yang sering
mendatangkan konflik atas apa yang dilakukan. Nursalam (2002) mengatakan, beban
kerja yang sering dilakukan oleh perawat bersifat fisik seperti mengangkat
pasien, mendorong peralatan kesehatan, merapikan tempat tidur pasien, mendorong
brankart, dan yang bersifat mental yaitu kompleksitas pekerjaan misalnya
keterampilan, tanggung jawab terhadap kesembuhan, mengurus keluarga serta harus
menjalin komunikasi dengan pasien.
Stress adalah segala situasi dimana
tuntutan non spesifik mengharuskan seorang invidu untuk berespons atau
melakukan tindakan dan fenomena universal dimana setiap orang mengalaminya dan
memberi dampak secara total baik, fisik emosi, intelektual, sosial, dan
spiritual ( Patricia A. Potter, 2005). Perubahan nilai kehidupan yang begitu
cepat karena pengaruh globalisasi, modernisasi, informasi serta ilmu
pengetahuan dan teknologi, hal tersebut berpengaruh terhadap pola hidup, moral
dan etika. Perubahan lingkungan kerja dan tuntutan pekerjaan yang banyak
sehingga dapat menyebabkan stress pada perawat . Perubahan tersebut dapat
merupakan tekanan mental (stressor psikososial) sehingga bagi sebagian individu
dapat beradaptasi untuk menanggulangi perubahan tersebut. Namun, apabila tidak
dapat beradaptasi dan mengatasi stressor akibat perubahan tersebut bisa
menyebabkan stress. Tidak semua orang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan
tersebut, akibatnya akan menimbulkan ketegangan yang dapat merupakan faktor
pencetus, penyebab dan juga akibat dari suatu penyakit. Bertambahnya stress
hidup akan menyebabkan terganggunya mental emosional yang dapat mengganggu
produktivitas dan hidup seseorang menjadi tidak efisien ( Sunaryo, 2004 ).
Stress kerja menunujukan keadaan
ketegangan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan ( Sunaryo, 2004). Perawat
tersebut akan mengalami berbagai masalah pribadi karena pekerjaan yang
dilakukan memang merupakan pekerjaan yang berat, penuh stress dan perasaan
tertekan.
Perawat adalah aset penting dalam
memberikan perawatan, dukungan dan pengobatan bagi pasien-pasiennya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi stress pada perawat adalah beban kerja
merupakan sumber stress yang didalamnya termasuk merawat banyak pasien,
menghadapi keterbatasan tenaga, tuntutan kerja yang tinggi dan pekerjaan yang
terus bertambah, hubungan kerja perawat dengan perawat dan tenaga kesehatan
lainnya, pengetahuan tentang merawat pasien. Hal tersebut sangat berpengaruh
pada perubahan yang dialami oleh perawat orientee. (Abraham C. & Shanley F
, 1997).
Menurut Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI, 2006) sebanyak 50,9 % perawat Indonesia yang bekerja mengalami
stres kerja, sering merasa pusing, lelah, kurang ramah, kurang istirahat akibat
beban kerja terlalu tinggi serta penghasilan yang tidak memadai. Sementara itu,
Frasser (1997) menjelaskan bahwa 74 % perawat mengalami kejadian stres, yang
sumber utamanya adalah lingkungan kerja yang menuntut kekuatan fisik dan
keterampilan.
Gambaran beberapa hasil penelitian
diatas memperlihatkan bahwa beban kerja yang cukup berat dapat membuat perawat frustrasi karena ada tekanan pekerjaan, masih ada perasaan minder saat
berada diruangan, hubungan kerja yang baik dapat meningkatkan kualitas
pekerjaan yang professional, penegetahuan yang minim menyebabkan perawat orientee
kurang percaya diri dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan kepada pasien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar