A.
Definisi
Kateter
double lumen adalah sebuah alat yang terbuat dari bahan plastic PVC mempunyai 2
cabang, selang merah (arteri) untuk keluarnya darah dari tubuh ke mesin dan
selang biru (vena) untuk masuknya darah dari mesin ke tubuh (Allen R. Nissenson,dkk, 2004)
B.
Anatomi
Fisiologi
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen,
terutama di daerah lumbal di sebelah kanan dan kiri tulang belakang. Ginjal di bungkus
oleh lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum dan di luar rongga
peritoneum. Ginjal mempunyai panjang 6 sampai 7½ cm dan tebal 1½ sampai 2½ cm.
Pada orang dewasa berat ginjal ± 140 gram. Bentuk ginjal seperti biji kacang
dan sisi dalamnya atau hilum menghadap ke tulang punggung.
Fungsi ginjal adalah :
a. Ultra Filtrasi
Yaitu membuang volume cairan
dari darah sirkulasi bahan-bahan yang terlarut dalam cairan juga turut
terbuang. Ultrafiltrasi berasal dari kapiler-kapiler glomerulus kira-kira 180
L/hari. Jumlah filtrasi dalam satuan waktu yang ditentukan disebut angka
kecepatan fungsi glomerular (GFR : glomerular filtration rate). Ginjal mendapat
25% dari output kardiak dan arus darah. Dalam ginjal rata-rata 600 ml/unit.
Bila darah memasuki kapiler-kapiler glomerulus dengan tekanan yang kurang dari
60-70 mmHg, akan membentuk plasma yang tidak tersaring.
b. Pengendalian cairan
Yaitu mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit-elektrolit yang tepat dalam batas ekskresi
yang normal dalam sekresi dan reabsorbsi. Jika bukan karena adanya sistem
konservasi dari ginjal, orang akan kehabisan cairan dan garam dalam waktu 3
sampai 4 menit. Tubulus yang berbelok-belok proximal mereabsorbsi 85% sampai
90% air pada ultra filter, 80% dari sodium yang telah difilter, dan terbanyak
potasium yang telah difilter, bikarbonas klorida, fosfat, glukosa dan protein.
c. Keseimbangan asam
Yaitu mempertahankan pH pada
derajat yang normal dengan ekskresi ion H dan pembentukan bikarbonas untuk
buffer/penyangga.
d. Ekskresi produk sisa
Yaitu pembuangan langsung
produk metabolisme yang terdapat pada filtrat glomerular. Sisa-sisa metabolik
diekskresi pada filtrasi glomerulus. Kreatinin sedikit mengalami modifikasi
yang lewat melalui nefron, kreatinin yang terkandung pada filtrasi glomerulus
yang diekskresikan tanpa perubahan dalam urin.
e. Mengatur tekanan
Yaitu mengatur tekanan darah
dengan mengendalikan volume sirkulasi dan sekresi urin.
Cairan dan elektrolit yang
dikendalikan oleh ginjal adalah :
·
Glomerulus : filtrasi air dan elektrolit.
·
Tubulus proximal : reabsorbsi jumlah besar air sodium,
potasium, bikarbonat, klorida, fosfat.
·
Tubulus henle : difusi sodium, ke dalam tubulus.
f. Memproduksi eritrosit
Yaitu erythropoetin yang
disekresi oleh ginjal merangsang sumsum tulang agar membuat eritrosit.
Erythropoetin adalah hormon yang dikeluarkan ginjal, erythropoetin adalah
hormon yang dikeluarkan ginjal, erythropoetin merangsang sumsum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah (RBCs : Red Blood Cells).
Mengatur metabolisme
g. Adalah mengaktifkan vitamin
D yang diatur oleh kalsium fosfat ginjal. Metabolisme kalsium fosfat juga
dikendalikan oleh ginjal, vitamin D prohormon diubah menjadi bentuk aktif oleh
ginjal. Vitamin D aktif bukan hanya mengatur absorbsi kalsium oleh alat
pencernaan tapi juga penyimpanan pada matriks tulang. Demikian juga metabolisme
kalsium dan phosphorus.
h. Reabsorbsi air
·
Badan asenden : reabsorbsi sodium.
·
Distal dari tubulus yang berbelok-belok :
-
Reabsorbsi air
-
Sekresi potasium, hidrogen dan ion amonia menurut kebutuhan
reabsorbsi sodium.
C.
Akses
vaskular untuk Hemodialisis
Hemodialisis adalah suatu upaya untuk membersihkan
sisa-sisa metabolisme tubuh dan kelebihan cairan dari darah yang menggunakan
mesin berfiltrasi (Morton, Fontaine, Hudak dan Gallo, 2005). HD bekerja dengan
menggunakan prinsip osmosis dan filtrasi. Untuk pelaksanaan HD diperlukan suatu
akses jangka panjang yang adekuat.
1.
Akses Vaskular Akut, dibagi menjadi
:
a.
Fistula Eksternal Arteriovenousus
Fistula eksternal
arteriovenousus diperkenalkan oleh Scribner dan Quinton pada tahun 1960, nama
lainnya adala shunt Scribner. Shunt Scribner dibuat dengan memasang selang
Silastic dengan ujung Teflon yang sesuai ke dalam arteri radialis dan vena
cephalika pada pergelangan tangan atau ke dalam arteri tibialis posterior dan
vena saphenousus pada pergelangan kaki. Bila shunt ingin digunakan, maka selang
Silastic dihubungkan secara langsung dengan selang darah dan mesin dialisa,
jika tidak digunakan maka selang dihubungkan dengan konektor Teflon. Ada
kerugian karena pemakaian shunt Scribner adalah thrombosis, mudah tercabut dan
perdarahan. Karena banyaknya kekurangan shunt Scribner tersebut, maka shunt ini
sekarang sudah jarang dipakai untuk hemodialisis
b.
Kateter Double-Lumen Hemodialisis
Kateter double-lumen
hemodialisis merupakan alat akses vaskular hemodialisis akut. Kateternya
terbuat dari polyurethane, polyethylene atau polytetrafluoethylene.
Gambar
2.
c. Tunneled
Cuffed Catheter
Tunneled cuffed
catheter adalah kateter double lumen silastic atau silicon dengan cuff dapat
digunakan sebagai akses temporary pada hemodialisis dimana fistulanya belum
siap digunakan. Keuntungannya kateter ini dapat segera digunakan, tidak ada
resiko menembus arteri dan tidak diperlukan jarum bila memerlukan hemodialisis.
Kerugiannya adalah resiko bakteremia dan infeksi yang menjalar karena pemakaian
kateter dan kecepatan aliran darah yang rendah secara persisten yang
menyebabkan hemodialisis tidak adekuat.
Gambar
3.
2. Akses
Vaskular Permanen
a. Fistula
Arteriovenousus Primer
AV fistula primer pertama-tama
diperkenalkan oleh Cimino dan Brescia pada tahun 1961. Fistula ini dibuat
dengan membuat anastomosis end to side vena ke arteri pada vena cephalika dan
arteri radialis dan memerlukan waktu 2-6 bulan untuk matur sehingga dapat
digunakan. Jenis fistula primer lainnya adalah fistula brachiocephalica pada
siku dan diubah menjadi fistula brachiobasilica. Perubahan fistula
brachiobasilica dibuat dengan membuat insisi dari lengan bawah ke axial sepanjang
rute vena basilica dan dibuat anastomosis dengan arteri brachialis.
Keuntungannya adalah pemakaian AV fistula dapat digunakan untuk waktu beberapa
tahun, sedikit terjadi infeksi, aliran darahnya tinggi dan memiliki sedikit
komplikasi seperti thrombosis. Sedangkan kerugiannya adalah memerlukan waktu
cukup lama sekitar 6 bulan atau lebih sampai fistula siap dipakai dan dapat
gagal karena fistula tidak matur atau karena gangguan masalah kesehatan
lainnya.
Gambar
4.
b. Graft
Arteriovenousus Sintetis
AV graft sintetis adalah suatu
tindakan pembedahan dengan menempatkan graft polytetrafluoroethylene (PTFE)
pada lengan bawah atau lengan atas (arteri brachialis ke vena basilica
proksimal). Keuntungannya graft ini dapat dipakai dalam waktu lebih kurang 3 minggu
untuk bias dipakai. Kerugiannya dapat terjadi thrombosis dan infeksi lebih
tinggi daripada pemakaian AV fistula primer. Akhir-akhir ini di temukan bahwa
graft PTFE dilakukan pada dinding dada (arteri aksilaris ke vena aksilaris atau
arteri aksilaris ke vena jugularis) atau pada paha (arteri femoralis ke vena
femoralis).
Gambar
5.
D. Lokasi penusukan kateter
hemodialisis dapat dilakukan di beberapa tempat,yaitu :
1.
Vena femoralis
Pengertian
kateter femoralis menurut Hartigan (dalam Lancester, 1992) adalah pemasangan
kanul kateter secara perkutaneous pada vena femoralis. Kateter dimasukkan ke
dalam vena femoralis yang terletak di bawah ligamen inguinalis. Pemasangan
kateter femoral lebih mudah daripada pemasangan pada kateter subclavian atau
jugularis internal dan umumnya memberikan akses lebih cepat pada sirkulasi.
Panjang kateter femoral sedikitnya 19 cm sehingga ujung kateter terletak di
vena cava inferior.
Gutch, Stoner
dan Corea (1999) mengatakan bahwa indikasi pemasangan kateter femoral adalah
pada pasien dengan PGTA dimana akses vaskular lainnya mengalami sumbatan karena
bekuan darah tetapi memerlukan HD segera atau pada pasien yang mengalami
stenosis pada vena subclavian. Sedangkan kontraindikasi pemasangan keteter
femoral adalah pada pasien yang mengalami thrombosis ileofemoral yang dapat
menimbulkan resiko emboli (Lancester, 1992).
Komplikasi yang
umumnya terjadi adalah hematoma, emboli, thrombosis vena ileofemoralis, fistula
arteriovenousus, perdarahan peritoneal akibat perforasi vena atau tusukan yang
menembus arteri femoralis serta infeksi (Gutch, Stoner & Corea, 1999).
Tingginya angka kejadian infeksi tersebut, maka pemakaian kateter femoral tidak
lebih dari tujuh hari.
Gambar 6.
2. Vena
subclavicula
Kateter double lumen dimasukkan
melalui midclavicula dengan tujuan kateter tersebut dapat sampai ke
suprastrernal. Kateter vena subclavikula lebih aman dan nyaman digunakan untuk
akses vascular sementara dibandingkan kateter vena femoral, dan tidak
mengharuskan pasien dirawat di rumah sakit. Hal ini disebabkan keran rendahnya
resiko terjadi infeksi dan dapat dipakai sampai lebih dari 1 minggu. Kateter
vena subklavikula ini dapat menyebabkan komplikasi seperti pneumotoraks,
stenosis vena subklavikula, dan menghalangi akses pembuluh darah di lengan ipsilateral
oleh karena itu pemasangannya memerlukan operator yang terlatih daripada
pemasangan pada kateter femoral. Dengan adanya komplikasi ini maka kateter vena
subklavikula ini sebaiknya dihindari dari pasien yang mengalami fistula akibat
hemodialisa.
Gambar
7.
3. Vena
jugularis internal
Kateter dimasukkan pada kulit dengan sudut 200 dari
sagital, dua jari di bawah clavicula, antara sternum dan kepala clavicula dari
otot sternocleidomastoideus. Pemakaian kateter jugularis internal lebih aman
dan nyaman. Dapat digunakan beberapa minggu dan pasien tidak perlu di rawat di
rumah sakit. Kateter jugularis internal memiliki resiko lebih kecil terjadi
pneumothoraks daripada subclavian dan lebih kecil terjadi thrombosis. Oliver,
Callery, Thorpe, Schwab & Churchill (2000, Risk of Bacteremia from
temporary hemodialysis catheter by site of insertion and duration of use : a
prospective study, http://www.nature.com,
diperoleh tanggal 25 Januari 2007) mengatakan bahwa dari 318 pemakaian kateter
pada lokasi tusukan yang baru, terjadi bakteremia 5,4% setelah pemakaian lebih
dari 3 minggu pada kateter jugularis interna.
Gambar
8.
E. Faktor-faktor
Pertimbangan Pembuatan
Akses Vaskular
Banyak
faktor pertimbangan dalam membuat akses vascular pada pasien HD, tergantung
pada klinis dan apakah GGA atau GGK.
Faktor - faktor
pertimbangan pembuatan akses
vaskular antara lain :
· Usia
· Derajat
gangguan dan kemungkinan pulih tidaknya fungsi ginjal
· Tekanan
darah dan status hidrasi
· Adanya
komplikasi
· Keadaan
pembuluh lengan
· Derajat
kedaruratan untuk memulai dialysis
F.
Prinsip
Hemodialisis
Perpindahan
zat melalui membran dialisis di tentukan oleh 2 faktor utama,yaitu :
1.
Difusi
Difusi berarti perpindahan zat
terlarut /salut oleh tenaga yang di tentukan oleh perbedaan konsentrasi zat
terlarut di kedua sisi membran dialysis. Kecepatan dan arah perpindahan ini di
tentukan oleh:
·
luas permukaan membran
·
kecepatan aliran darah dan cairan
dialisat
·
perbedaan konsentrasi
·
koofisien difusi membran (permeabilitas)
2.
Konveksi
Konveksi adalah
perpindahan zat terlarut
dan pelarut melalui membran akibat tenaga hidrostatik
yang bekerja pada membran.
Perpindahan
ini di tentukan oleh:
·
Tekanan
transmembran
·
Luas
permukaan membran
·
Koefisien
difusi membran (permeabilitas hidraulik membran).
·
Perbedaan
tekanan osmotik.
·
Pengeluaran cairan secara ultrafiltrasi
tergantung terutama pada tekanan hidrostatik (tekanan positive kompartemen
darah di tambah tekanan yang negatif karna dialisat) yang mendorong air melalui
membran.
·
G.
Komplikasi
yang dapat timbul akibat pemakaian kateter vena sentral
Komplikasinya antara lain :
1. Komplikasi
karena penusukkan
Komplikasi karena
penusukkan yang terjadi seperti disritmia atrium dan disritmia ventrikel.
Disritmia atrium dapat terjadi 40% pada pemakaian kateter subclavian dan
terjadi 20% disritmia ventrikel. Terjadi komplikasi pneumothoraks 1-5% pada
kateter subclavian tetapi kurang dari 0,1% pada kateter jugularis internal.
Selain itu, terjadi pula komplikasi akibat penusukkan adalah emboli udara,
perforasi pada dinding jantung atau vena sentral, tamponade pericardium dan
tertembusnya arteri.
2. Infeksi
Infeksi karena
penggunaan kateter merupakan masalah utama. Infeksi terjadi akibat migrasi
mikroorganisme dari kulit pasien melalui lokasi tusukan kateter dan turun ke
permukaan luar kateter atau dari kateter yang terkontaminasi selama prosedur
hemodialisis. Menurut Nissenson (2005) pemakaian femoral kateter beresiko
terjadi bakteremia 3,1% selama satu minggu kateterisasi dan meningkat menjadi
10,7% setelah 2 minggu kateterisasi. Oleh karena itu, pemakaian kateter femoral
harus dilepaskan setelah pemakaian satu minggu. Infeksi terjadi pula pada
pemakaian kateter jugularis internal sebesar 5,4% pada 3 minggu dan meningkat
menjadi 10,3% setelah pemakaiam 4 minggu.
3. Thrombosis
dan emboli udara
Thrombosis dapat
terjadi setelah pemasangan kateter karena kesalahan teknik. Thrombosis dapat
menyebabkan hilangnya akses vascular untuk HD.
4. Stenosis
vena sentral
Stenosis
lebih sering terjadi pada pemakaian kateter subclavian.
H.
Cara
/ tehnik perawatan kateter double lumen
1.
Tujuan Perawatan Kateter Double
Lumen
Adalah mencegah
terjadinya infeksi, mencegah adanya bekuan darah di selang kateter double
lumen, kateter dapat digunakan dalam waktu tertentu dan aliran darah menjadi
lancar.
2.
Hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan kateter double lumen
Adalah kebersihan
kateter, kondisi kateter yang tidak tertekuk, rembesan darah dari sambungan
tutup kateter, kateter lepas atau berubah posisi, tanda – tanda peradangan dan
keluhan pasien.
3.
Prosedur
perawatan kateter double lumen
a.
Pengkajian
·
Kaji program medik
·
Kaji warna kulit disekitar
lokasi pemasangan chateter double lumen, apakah ada kemerahan.
·
Kaji daerah lokasi
penusukan, apakah ada tanda-tanda phlebitis seperti kemerahan, nyeri, bengkak
·
Monitor respon pasien
b.
Perencanaan
1)
Persiapan alat
·
Set steril (sarung tangan
steril, kasa, pinset anatomis, 3 kom,doek berlubang, tuffer)
·
Bethadine
·
Alcohol 70%
·
NaCl 0,9%
·
Sarung tangan disposable
·
Spuit 5 cc
·
Kain perlak (alas)
·
Plester
·
Piala ginjal
·
Plastik
·
Fiksomol / tegaderm
·
Salep
2)
Persiapan klien
·
Menjaga privacy klien
·
Menjelaskan prosedur yang
akan dilakukan
3)
Pelaksanaan
a.
Perawat mencuci tangan
b.
Memakai sarung tangan
disposable
c.
Dekatkan alat yang digunakan
d.
Letakkan alas (perlak) di bawah kateter
double lumen
e.
Lepaskan balutan kotor dari badan pasien
dan masukkan balutan tersebut ke dalam plastik kotor.
f.
Lepaskan
sarung tangan disposible
g.
Buka set steril
h.
Pakai sarung tangan steril
i.
Isilah masing – masing kom dengan betadin solution, alcohol 70 %. Jika di unit hemodialisa menggunakan bromderm spray
(alkohol dan bethadine)
j.
Lakukan desinfektan pada area kulit di sekitar lokasi penusukan (exit site) dengan
menggunakan alkohol 70% dan diulangi sampai kulit bebas dari kotoran. Kemudian
berikan desinfektan dengan bethadine solution secara sirkuler dari arah dalam keluar.
k.
Sekitar exit site, betroban salep lalu ditutup dengan
kasa steril.
l.
Berikan heparin pekat sesuai dengan
anjuran yang tertera dalam selang pada kateter double lumen (unit hemodialisa).
m. Kencangkan
kateter double lumen dan tutup kateter double lumen dan klem dalam posisi
terkunci (unit
hemodialisa).
n.
Fiksasi kateter double lumen + elastic
verban (femoral)
o.
Tutuplah seluruh kateter dengan kasa
steril dan transparan dressing
p.
Bersihkan alat-alat yang sudah terpakai
q.
Cek kembali keadaan exit site dan
kelancaran kateter
r.
Lepaskan sarung tangan steril
s.
Perawat mencuci tangan
(
Fresenius Medical Care, Perawatan Catheter double lumen, 2008)
d.
Evaluasi
·
Kaji respon klien : keluhan nyeri, ekspresi wajah
·
Monitor TTV
·
Monitor tanda-tanda
peradangan, infeksi atau iritasi pada area tusukkan
·
Monitor kondisi kateter : kelancaran, kondisi tertekuk,
rembesan
e.
Dokumentasi
·
Catat kondisi balutan dan kateter
sebelumnya waktu perawatan
·
keluhan rasa tidak nyaman klien
·
TTV sebelum dan sesudah
prosedur.
Pendidikan Kesehatan Untuk Pasien
Anjurkan klien untuk meminimalkan aktivitas
seperti berjalan (femoralis)
Meminimalkan jongkok terlalu lama (khusus
femoralis)
Balutan dipertahankan tetap kering dan bersih
jika terjadi stenosis pada pemakaian kateter subclavian, bagaimana cara mengatasinya? Jika stenosis tersebut telah mencapai 80%, apakah dapat menjadi 100%? berbahaya kah? terima kasih
BalasHapuspostingan bagus, mampir juga k blog saya: macrofag.blogspot.com
BalasHapusilmu yang bagus...terima kasih ya
BalasHapusBagus hanya gambarkurang banya pemasangan cdl.
BalasHapusBagaimana bila CDL tercabut tidak sengaja ....apa yg harus dilakukan sebelum pergi ke dokter atau RS ?
BalasHapus